![]() |
| (ilustrasi/ist) |
TULANGBAWANG BARAT – Inspektorat Kabupaten Tulangbawang Barat, Lampung, telah memeriksa pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Kampung/Kelurahan (BPMPK) setempat, terkait perjalanan studi banding menggunakan anggaran program alokasi dana desa (ADD).
Namun yang memenuhi panggilan hanya perwakilannya saja yaitu Kabid Pemberdayaan Pemerintah Tiyuh/Kelurahan) Nurul Fuadi, didampingi dua Kasubid, Wawan dan Ashari.
“Mereka mengaku hanya jadi pendamping saja dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya mereka tidak tahu apapun, karena wewenang penuh ada di Kepala BPMPK Eri Budi Santoso,” jelas Inspektur Pembantu (Irban) I, Erawan, Rabu (28/9/2016).
Di hari yang berbeda, Sekretaris Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tubaba, yang juga Kepalo Tiyuh Penumangan Baru, Tulangbawang Tengah, Wirdani, juga telah memenuhi panggilan pihak Inspektorat.
Seakan sudah dipersiapkan, keterangan yang diberikannya pun
nyaris serupa.
"Apdesi (Wirdani, Sekretaris Apdesi) juga sudah hadir. Tapi menurut pengakuannya, dia hanya mengumpulkan kepalo tiyuh untuk musyawarah, dalam rangka perjalanan ke Bali dan Bandung itu. Sedangkan untuk teknisnya menjadi kewenangan penuh Kepala BPMPK Eri Budi Santoso," terang Erawan, mengutip penjelasan Wirdani.
Sebelumnya, 93 kepalo tiyuh serta seluruh camat di Kabupaten Tulangbawang Barat melakukan studi banding menggunakan dana desa Rp 20 juta per tiyuh, dengan tujuan Bandung dan Bali, belum lama ini.
"Apdesi (Wirdani, Sekretaris Apdesi) juga sudah hadir. Tapi menurut pengakuannya, dia hanya mengumpulkan kepalo tiyuh untuk musyawarah, dalam rangka perjalanan ke Bali dan Bandung itu. Sedangkan untuk teknisnya menjadi kewenangan penuh Kepala BPMPK Eri Budi Santoso," terang Erawan, mengutip penjelasan Wirdani.
Sebelumnya, 93 kepalo tiyuh serta seluruh camat di Kabupaten Tulangbawang Barat melakukan studi banding menggunakan dana desa Rp 20 juta per tiyuh, dengan tujuan Bandung dan Bali, belum lama ini.
Peserta Mengeluh
Seperti sudah diprediksi banyak pihak, perjalanan studi banding sejumlah kepalo tiyuh (desa), ketua badan permusyawaratan tiyuh (BPT) dan camat se-Kabupaten Tulangbawang Barat ke Bandung dan Bali menggunakan dana desa (DD) tidak bermanfaat.
Aparatur tiyuh se-Tulangbawang Barat juga telah melakukan hal serupa, dengan menelan anggaran dari alokasi dana desa (ADD) hingga miliaran rupiah, yang dinilai hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
Seharusnya, dana desa tersebut diperuntukan guna membangun dan memajukan desa-desa di kabupaten berjuluk ‘Bumi Ragem Sai Mangei Wawai’ itu.
Mubazirnya kegiatan studi banding itu justru diungkapkan salah satu kepalo tiyuh di Kecamatan Tulangbawang Udik, yang mengikuti studi banding ke Bandung dan Bali., berinisial T.
"Hanya dapat lelahnya saja. Waktunya habis di jalan. Jadi, apapun yang dipelajari tidak bisa diserap dengan maksimal, karena dalam kondisi kelelahan semua," ujar T, Rabu.
Dijelaskannya, dalam studi banding tersebut mereka hanya mempelajari dua item saja, yaitu tentang peraturan tiyuh dan studi banding dalam menggali potensi dari tempat tujuan, untuk diterapkan di Tulangbawang Barat.
Seperti studi banding ke Bali, yang nampaknya hanya sekadar berwisata, ‘jalan-jalan’ menggunakan uang rakyat. Pasalnya, potensi wisata dan budaya yang ada di Bali dengan di Tulangbawang Barat, sangat jauh berbeda.
"Menurut saya, hasil studi banding ke Bali itu sangat kecil kemungkinannya untuk diterapkan di Tubaba. Bahkan dalam jangka waktu hingga lima tahun ke depan pun belum tentu bisa dilaksanakan. Itu karena potensinya sangat jauh berbeda,” tukas T.
Ditambahkannya, Bali memiliki potensi wisata dan budaya untuk menarik wisatawan. Namun faktanya di Tulangbawang Barat sangat minim potensi wisata yang bisa dikembangkan. (din/zal)
Aparatur tiyuh se-Tulangbawang Barat juga telah melakukan hal serupa, dengan menelan anggaran dari alokasi dana desa (ADD) hingga miliaran rupiah, yang dinilai hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
Seharusnya, dana desa tersebut diperuntukan guna membangun dan memajukan desa-desa di kabupaten berjuluk ‘Bumi Ragem Sai Mangei Wawai’ itu.
Mubazirnya kegiatan studi banding itu justru diungkapkan salah satu kepalo tiyuh di Kecamatan Tulangbawang Udik, yang mengikuti studi banding ke Bandung dan Bali., berinisial T.
"Hanya dapat lelahnya saja. Waktunya habis di jalan. Jadi, apapun yang dipelajari tidak bisa diserap dengan maksimal, karena dalam kondisi kelelahan semua," ujar T, Rabu.
Dijelaskannya, dalam studi banding tersebut mereka hanya mempelajari dua item saja, yaitu tentang peraturan tiyuh dan studi banding dalam menggali potensi dari tempat tujuan, untuk diterapkan di Tulangbawang Barat.
Seperti studi banding ke Bali, yang nampaknya hanya sekadar berwisata, ‘jalan-jalan’ menggunakan uang rakyat. Pasalnya, potensi wisata dan budaya yang ada di Bali dengan di Tulangbawang Barat, sangat jauh berbeda.
"Menurut saya, hasil studi banding ke Bali itu sangat kecil kemungkinannya untuk diterapkan di Tubaba. Bahkan dalam jangka waktu hingga lima tahun ke depan pun belum tentu bisa dilaksanakan. Itu karena potensinya sangat jauh berbeda,” tukas T.
Ditambahkannya, Bali memiliki potensi wisata dan budaya untuk menarik wisatawan. Namun faktanya di Tulangbawang Barat sangat minim potensi wisata yang bisa dikembangkan. (din/zal)
